Translate

Rabu, 07 Mei 2014

Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang dapat melakukan kesalahan/kekhilafan sehingga salah memutuskan atau memihak salah satu pihak. Upaya hukum luar biasa Disebut upaya hukum luar biasa karena: o Diajukan dan ditujukan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap. o Upaya ini hanya dapat dilakukan dalam keadaan tertentu, bukan terhadap semua putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap. o Upaya hukum luar biasa diajukan kepada mahkamah agung sebagai pemeriksa, serta pembuat keputusan sebagai instansi pertama dan terakhir. Uapaya hukum luar biasa dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi. Mencakup: a. Upaya Hukum Luar Biasa: Peninjauan Kembali Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan undang-undang, terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkempentingan. [pasal 66-77 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004] Alasan-alasan peninjauan kembali menurut pasal 67 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004, yaitu: a. ada novum atau bukti baru yang diketahui setelah perkaranya diputus yang didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana yang dinyatakan palsu; b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemuksn; c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/lebih daripada yang dituntut; d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; e. apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim/suatu kekeliruan yang nyata. Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap. (pasal 69 UU 14/1985). Mahkamah Agung memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir (pasal 70 UU no 14/1985).  Tata cara mengajukan peninjauan kembali meliputi; a.) Permintaan peninjauan kembali diajukan baik secara tertulis maupun lisan dengan mengemukakan alasan-alasan yang mendasari permintaan peninjauan kembali kepada panitera yang memutus perkara itu pada tingkat pertama tanpa batas waktu. b.) Kemudian panitera membuat akta permintaan PK yang ditanda tangani oleh permohonan panitera. Kemudian berkas tersebut disampaikan kepada mahkamah agung melalaui ketua pengadilan. 2.b Upaya Hukum Luar Biasa: Denderverzet Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan kepentingan dari pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut. Dasar hukumnya adalah 378-384 Rv dan pasal 195 (6) HIR. Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya suatu putusan hanya mengikat pihak yang berperkara saja (pihak penggugat dan tergugat) dan tidak mengikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil putusan akan mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh sebab itu dikatakan luar biasa). Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut pada tingkat pertama. Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekusi dan atau sita jaminan tidak hanya terhadap suatu benda yang padanya melekat hak milik melainkan juga hak-hak lainnya. Pihak pelawan harus dilindungi karena Ia bukan pihak berperkara namun dalam hal ini kepentingannya telah tersentuh oleh sengketa dan konflik kepentingan dari penggugat dan tergugat. Untuk dapat mempertahankan dimuka dan meyakinkan pengadilan dalam mengabulkan perlawanannya maka Ia harus memiliki alas hak yang kuat dan dapat membuktikan bahwa benda yang akan disita tersebut adalah haknya. Dengan demikian, maka Ia akan disebut sebagai pelawan yang benar dan terhadap peletakan sita akan diperintahkan untuk diangkat. Perlawanan pihak ketiga ini merupakan upaya hukum luar biasa tetapi pada hakikatnya lembaga ini tidak menunda dilaksanakannya eksekusi. Perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan baik conservatoir ataupun revindicatoir tidak diatur baik dalam HIR, RBg ataupun Rv, ketentuan mengenai hal tersebut didapatkan dari yurisprudensi putusan Mahakamah Agung tanggal 31 Oktober 1962 No.306 K/Sip/1962 dalam perkara CV. Sallas dkk melawan PT. Indonesian Far Eastern Pasifik Line. Sumber : http://www.djkn.depkeu.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar